“Mama… aku lulus” kataku saat membuka pintu depan
rumah dan berlari memeluk mama dari belakang, yang sedari tadi lagi asyik memasak makanan siang untuk
kami semua.
“Oh yahh.. bagus dong nak. Siapa dulu dong mamanya.
Ngak mungkin lahh anak mama yang cantik ini tidak lulus” jawab mama sambil
terus mengaduk-aduk tumis kangkung buatannya
“Ma, laperr” kataku manja
“ganti baju dulu dong Cya” kata mama lagi.
C Y A . . .
yes,it is my name. saat ini aku baru saja menyelasaikan pendidikanku di
bangku SMA. Senang rasanya bisa berteriak gembira karena berhasil lulus.
Walaupun, harus bersedih berpisah bersama semua classmate dan soulmateku selama
ini di SMA.
“Mama, jadi dong aku kuliah di Jakarta” tanyaku ke
mama sambil mengambil makanan. Sekedar untuk memberitahu, mama aku ini dulunya
orang Jakarta. Tapi, berhubung papa tugasnya di Makassar jadi sebagai istri
yang baik *Asssyekk mama juga ikutan
pindah ke Makassar. Selama ini aku pengen bisa sekolah di Jakarta. Kenapa
tidak? Jakarta kan bagus, bisa shopping terus, bisa jalan-jalan ke mana-mana,
dan masih banyak lagi banyangan indah aku tentang Jakarta selama ini. Maklumin
ajalah, aku kan masih anak kecil *jiahh
anak kecil
“Nanti di liatlah nak, kita bicarakan sama papa dan
tantemu dulu yang ada di sana” jawab mama.
“Ya mama, ko mesti dibicarain lagi sihh, kan udah
janji dari dulu” jawabku sedikit kecewa.
“Iya. . iya
tunggu papa mu pulang dulu” jawab mama singkat
Tak lama berselang terdengar pintu terbuka
“Papa pulang” terdengar suara dari balik pintu
“Papaa…” teriak ku “sini dehh.. duduk di sini”
kataku sambil menepuk-nepuk kursi di sampingku
“nihh ma, papanya udah pulang. tanyain dong yang
tadi” kataku membujuk mama
“Tanya apa?” kata papa penasaran
“Itu tuhh paah, Tanya aja ama mama” kataku sambil
melihat mama
Begitulah dan kamipun membicarakan rencanaku untuk
bisa ke Jakarta. Dan akhirnya, mama dan papa setuju.
***
Mama, papa, dan kedua adekku semuanya ada di sini.
Yahh, di Bandara Sultan Hasanuddin mengantarkan aku yang hari ini akan
berangkat ke Jakarta. Agak sedih juga, saat akan berpisah dengan keluargaku
ini. Saat akan memasuki bandara, mataku sudah berkaca-kaca dan pada akhirnya,
karena tak kuat menahan tangis, air mataku pun menetes. Menetes di depan banyak
orang. Pada saat itu aku tak peduli dengan orang-orang yang melihatku dan
menertawaiku. Yang aku tahu, aku tak bisa dipisahkan dengan mereka. Dengan
mama, dengan papa, dengan adek-adekku tercinta.
Walaupun berat hati untuk pergi, tetapi aku tetap
melangkah meninggalkan mereka semua dan menuju ke ruang tunggu pesawat
sendirian. Karena pada saat itu, pengantar tidak boleh masuk ke ruangan. Hanya
boleh sampai di luar.
Setelah dua jam limabelas menit berada di dalam
pesawat akhirnya sampe juga aku di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Akupun
berjalan keluar bersama dengan penumpang pesawat yang lainnya. Ternyata, di
luar telah menunggu mbah, tante Ani, Om Yono, Om Indra, Ina dan Maris yang
datang untuk menjemputku. Mereka semua menyambutku dengan senyum yang ramah dan
dengan pembicaraan yang hangat kamipun bergegas pulang ke rumah nenek saya yang
lebih sering di panggil mbah. “Hemm.. sambutan yang hangat” gumamku dalam hati
“udah nyampe deh”kata Mbah saat kami semua sudah ada
di depan rumahnya.
Kagum, heran, dan bangga bercampur menjadi satu.
Rumah Mbah yang sekarang mengalami banyak sekali perubahan. Yang dulunya rumah
kecil, sekarang bertingkat dua. Yang dulunya ngak ada apa-apanya sekarang di
depan rumahnya berjejer 4 motor dan sebuah mobil sedan putih. Hemm, iyalah
banyak perubahan. Terakhir aku ke rumah Mbah kan aku masih kelas 4 SD.
Di rumah ini, Mbah tinggal bersama tante Karina dan
anak-anaknya. Gege dan Alin. Dan di sinilah saya bertemu semua sepupuku.
1.
Ina,
sepupu yang pertama ini adalah sepupu tertua dari yang lain. Sekarang dia masih
duduk di kelas VII SMP. Lebih tepatnya kelas 2 SMP. Tapi, tau ngak. Pacarnya
tuh banyak banget. Padahal kalau di bilang yah, orangnya ngak cantik kok. Tapi
genit banget. Genit minta ampun.
2.
Maris,
yang ini adeknya si Ina. Masih kelas 3 SD. Tapi nakalnya pake banget. Dia itu
suka sekali jailin sepupu yang lain. Tapi cengeng banget. Di senggol aja
langsung nangis
3.
Jhon,
Ini adek ketiga si Ina sama si Maris. Masih bayi sih. Baru tujuh bulanan lah.
Anaknya gemesin banget. Ada deket dia itu bawaanya pengen nyium atau cubit dia
muluh *hehehe lucu sihh
4. Gege, sepupuku yang ini
pintar banget cari perhatian orang. Selalu nindas adeknya dan selalu buat
jengkel mamanya. Masih kelas 6 SD sih tapi kata dan pikirannya itu lebih dewasa
dari orang dewasa *upss gimana tuhh. Kalau
dewasanya positif mah ngak apa-apa. Tapi kalau ini negative semua
5. Alin, atau sebut saja dower.
Sepupuku yang satu ini memang rada
dower. Tapi manis kok orangya. Suka bercanda sih, tapi bercandanya kasar. Kadang buat kesel, kadang
buat ketawa. Tapi masalah cengeng, sebelas duabelaslah sama si Maris.
Dan sekarang aku berada di antara mereka semua. Pada
awalnya, Ina suka membuntutiku. Kemanapun aku pergi, apapun yang aku lakukan,
dia selalu ngikut. Bagitu juga sebaliknya. Kemanapun dia pergi dia selalu
ngajak saya. Maklumlah, pada saat itu saya ngak tau jalan-jalan di Jakarta jadi
kemana-mana mesti di arahin.
Tapi, suatu hari uang aku hilang. Saking keselnya
aku ngupdate di facebook aku
“Uangko bisa
hilang yah, padahal ngak pernah dibelanjain. Jangan-jangan di ambil tuyul atau
ngak babi ngepet nih” ternyata tante Ani membaca statusku tersebut.
“Cya, emang uang kamu hilang? Berapa? Di mana
hilangnya?” Tanya tante Ani saat kami semua sedang nyantai bersama di teras
rumah.
“Iya tante,
ngak banyak sih tapi aneh aja gitu. Kok bisa sih uang sering banget hilangnya,
pdahal aku ngak pernah belanjain” kataku agak kesal
“kok bisa?
Kalian ada yang ambil tidak uang kak Cya?” Tanya tante Ani ke semua sepupuku
“kalau aku
ngak!”
jawab Ina jutek. Padahal mamanya kan nanya baik-baik tapi dianya malah jutek
gitu jawabnya
“aku ngak” aku juga ngak kata adek adek yang lain
saling bersahutan dan kaget karena baru tahu kalau ada yang lagi kehilangan
uang
Aku sihh tidak mempermasalahkan uang itu lagi. Tapi
entah kenapa, semenjak kejadian itu Ina semakin sering menjauh. Dan bahkan
sangat jarang berbicara kepadaku.
” Yahh,,
memangnya aku salah apa sama dia?” kataku dalam hati
Mungkin dia tersinggung karena masalah uang itu,
tapi aku kan ngak pernah nuduh dia. Trus, kenapa dia mesti tersinggung? Karena
sifatnya yang aneh itu, aku mulai berpikir bahwa yang mengambil uangku itu
adalah dia. Dan benar saja, mbah dan tante cerita kalau di rumah ini ngak boleh
sembarang taro uang. Soalnya si Ina suka nyuri uang buat modalin pacarnya.
“Hha? Modalin
pacarnya?” kataku
kaget
“Iyalah,
map-maap saja nih yahh. Dia kan jauh dari kata cantik, pintar juga ngak. Trus
pacarnya banyak. Dia tuh Cuma modal sok kaya aja. Jadi banyak yang suka deket
untuk mangfaatin dia”
kata tante ku bercerita
Mulai dari situlah perselisihan antara aku dan Ina
di mulai. Tak banyak yang aku ingat. Yang jelas, sejak saat itu kami sangat
jarang bertegur sapa. Di mana ada dia, aku akan selalu menghindar jauh. Diapun
sebaliknya begitu. Saat itu akau hanya seorang diri saja di Jakarta, tak ada
mama atau pun papa yang akan selalu membela ku. Berbeda dengan dia. dia selalu
mengandalkan mamanya saat berhadapan denganku. Dan menyedihkannya lagi. Aku selalu
di pojokkan dalam masalah apapun.
Menangis dan menangis. Yahh… hanya itu yang dapat
kulakukan jika aku sedang sendiri. Aku menyesal datang ke Jakarta. Semua
bayangan indah yang pernah ku bayangkan akanku dapatkan semua buyar.. sirna
dalam sekejap saja. Aku tidak tahan, dan tidak
bisa hiduo di antara mereka
semua. Jadi kuputuskan untuk kembali ke rumah mama dan papaku tercinta.
Walaupun berat rasanya, karena tahu mama dan papa pasti akan sangat kecewa.
Walaupun sudah kembali ke orang tua ku, aku tidak
mau menceritakan kepada mereka apa yang sudah aku alami selama ini di sana. Aku
tidak mau mama dan papa terlibat perselisihan dengan orang-orang yang tidak
penting lagi menurutku. Tapi, sepertinya tanpa ku ceritakan mereka sudah tahu
jika aku sangat tertekan. Mereka pun mengerti dan tidak memaksa ku untuk
kembali lagi ke sana.
Tetap saja aku harus pergi
lagi, pergi untuk melanjutkan sekolahku, menuntut ilmu yang lebih dalam lagi.
Dan akhirnya, ku putuskan ke Kalimantan. Setidaknya, di sana aku mempunyai
keluarga yang baik seperti keluarga ku di sini. Dan benar saja, setelah berada
di pulau yang satu ini, aku tidak pernah menangis lagi seperti dulu. Aku hanya
akan focus untuk menyelesaikan kuliah ku saat ini. Aku tidak mau mengecewakan
mama dan papa ku lagi untuk yang kedua kalinya. Yang ku mau adalah menyenangkan
hati mereka suatu saat nanti. Aku ingin suatu hari ini mereka akan dengan
bangganya bercerita kepada semua orang ketika aku sudah berhasil, bahwa dia
adalah anakku. Aku ingin suatu saat nanti
mama dan papa tidak di anggap remeh lagi oleh orang lain. Dan yang
paling penting adalah aku ingin menunjukan kepad mereka yang dulu meremehkan ku
bahwa aku tidak seburuk yang mereka kira. Hey kalian yang ada di pulau sana,
tunggu CYA berhasil yah!!!
karya : Banne